FARMANDEH.NET, Jakarta – Sebuah inisiatif baru telah dilakukan oleh pekerja sosial di Indonesia dalam menanggapi meningkatnya frekuensi dan keparahan bencana serta dampak kemanusiaannya yang meluas.
Asosiasi Pekerja Sosial Bencana dan Kemanusiaan Indonesia (APSOBKI) resmi dibentuk di Gedung Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) di Jakarta Pusat.
Langkah ini didorong oleh keprihatinan akan kerentanan Indonesia terhadap bencana yang berulang-ulang. Para pekerja sosial percaya bahwa profesi mereka memiliki kompetensi yang relevan dan dapat menjadi solusi dalam situasi ini.
Salah satu pengingat akan kebutuhan akan kesiapsiagaan terhadap bencana adalah gempa yang terjadi di Cianjur akhir tahun lalu.
Bencana tersebut menunjukkan seberapa rawannya Indonesia terhadap bencana besar yang bisa terjadi beruntun.
Ketika bencana tersebut terjadi, ia tidak hanya menyebabkan kematian dan kerusakan fisik, tetapi juga mengganggu fungsi sosial dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Rissalwan Habdy Lubis, seorang peneliti kebencanaan dan salah satu inisiator Disaster Response & Research Center (DRRC) Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa praktik pekerjaan sosial, termasuk pencegahan disfungsi sosial, perlindungan, rehabilitasi, pemberdayaan, dan pengembangan sosial-spiritual, dapat menjadi jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi oleh para korban bencana dan kemanusiaan.
Milly Mildawati, seorang dosen dan tokoh di Pusat Kajian Bencana dan Pengungsi di Politeknik Kesejahteraan Sosial, menjawab ketika ditanya tentang urgensi pembentukan asosiasi pekerja sosial ini.
“Gempa besar seperti Megathrust atau banjir besar memiliki potensi besar untuk terjadi di Indonesia. Kita hanya tidak tahu kapan dan seberapa parahnya. Oleh karena itu, pembentukan asosiasi ini tidak bisa ditunda lagi,” ujarnya.
Namun, tujuan pembentukan Asosiasi Pekerja Sosial Bencana dan Kemanusiaan Indonesia bukanlah untuk menggantikan semangat kesetiakawanan, gotong royong, dan kedermawanan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, asosiasi ini akan menjadi pendukung komunitas dengan menyediakan pekerjaan sosial sebagai keahlian khas yang dapat membantu masyarakat dalam menghadapi bencana dan situasi kemanusiaan.
Dzikri Insan, seorang pekerja sosial di lembaga kemanusiaan nonpemerintah, menjelaskan, Asosiasi Pekerja Sosial Bencana dan Kemanusiaan justru memperkuat dan mendukung komunitas dengan menyediakan pekerjaan sosial sebagai keahlian yang khas.
Dika Yudhistira, seorang pekerja sosial di Kementerian Sosial, menekankan bahwa asosiasi ini akan meningkatkan kualitas layanan kepada korban bencana dengan meningkatkan mutu intervensi dan akuntabilitas pekerja sosial dalam penanggulangan bencana dan respon kemanusiaan.
Pekerjaan sosial memiliki mandat untuk membantu individu yang mengalami masalah dan disfungsi sosial, termasuk yang disebabkan oleh bencana atau krisis kemanusiaan. Sejalan dengan sila kedua Pancasila, setiap orang, tanpa memandang etnisitas, agama, atau politik, memiliki hak untuk menerima bantuan dan perlindungan serta menjaga martabatnya.
Dena S. Alief, salah seorang pekerja sosial yang juga merupakan deklarator APSOBKI, yang telah berkarier dengan Save the Children dan Medecins Sans Frontieres, menambahkan, Memenuhi hak dan menjaga martabat ini sangat penting terutama bagi mereka yang menjadi atau sudah rentan karena bencana atau krisis kemanusiaan.
Marlina Adisty, seorang pekerja sosial dan Widya Iswara pada Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Pusdiklat-BNPB), menambahkan, Pekerja Sosial bencana dan kemanusiaan memiliki komitmen untuk terus berkembang sepanjang hayat melalui pendidikan, pelatihan, dan praksis yang berbasis bukti.
Pekerjaan Sosial telah ditetapkan sebagai profesi setara dengan kedokteran dan keinsinyuran berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial. Untuk menjadi pekerja sosial, seseorang harus memiliki gelar sarjana terapan pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial, menyelesaikan pendidikan profesi, lulus ujian kompetensi, dan menjadi anggota organisasi profesi.
Puji Pujiono, Ketua Umum Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia sebagai organisasi inang APSOBKI, menjelaskan bahwa dengan adanya APSOBKI ini, keahlian para pekerja sosial akan terus ditingkatkan dan diuji coba sebelum dimobilisasi ke lapangan.
Deklarasi pembentukan APSOBKI menandai penciptaan wadah organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan praktik profesional pekerjaan sosial dalam penanggulangan bencana dan respon kemanusiaan.
Pembentukan APSOBKI ini juga menunjukkan respons pekerja sosial terhadap perubahan yang terus berlangsung dalam berbagai praktik, termasuk aspek psikososial pada semua tahapan penanggulangan bencana dan respon kemanusiaan.
Kesimpulannya, kata Puji Pujiono, Asosiasi Pekerja Sosial Bencana dan Kemanusiaan Indonesia (APSOBKI) dibentuk oleh para pekerja sosial Indonesia sebagai respons terhadap meningkatnya frekuensi dan keparahan bencana serta dampak kemanusiaannya yang meluas.
APSOBKI bertujuan untuk meningkatkan praktik profesional pekerjaan sosial dalam penanggulangan bencana dan respon kemanusiaan, dengan fokus pada pencegahan disfungsi sosial, perlindungan, rehabilitasi, pemberdayaan, dan pengembangan sosial-spiritual.
“Pembentukan asosiasi ini juga menunjukkan komitmen pekerja sosial untuk terus mengembangkan keahlian mereka melalui pendidikan, pelatihan, dan praksis yang berbasis bukti,” tutupnya. (*)
Originally posted 2023-05-24 17:11:00.