JAKARTA – Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, dengan tegas menyatakan bahwa demokrasi adalah sebuah permainan yang mahal, karena melibatkan partisipasi publik yang lebih luas dan masif tentu memerlukan ongkos politik yang juga besar.
Politik tidak bisa dianggap hanya sebagai permainan segelintir elit, tetapi politik adalah permainan bagi semua orang.
“Dibutuhkan dana yang besar untuk membiayai seseorang dalam kontestasi politik. Untuk mendapatkan kursi di DPR RI saja, diperlukan biaya total sebesar Rp11,6 Triliun,” ungkap Fahri Hamzah dalam pernyataannya, pada Minggu (28/5/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Fahri Hamzah dalam acara program Your Money Your Vote yang berjudul “Uang Haram di Pusaran Pemilu 2024” pada Sabtu (27/5/2023).
Menurutnya, biaya minimal yang dikeluarkan oleh seorang calon Legislatif (Caleg) untuk dapat duduk di Senayan mencapai miliaran rupiah, dengan kisaran antara Rp5 Miliar hingga Rp15 Miliar untuk DPR RI.
Fahri menjelaskan bahwa biaya sebesar itu sudah menjadi hal umum dalam demokrasi saat ini, karena dana tersebut digunakan untuk membiayai logistik seperti pemberian bantuan dan lain sebagainya.
“Tidaklah mengherankan jika banyak orang kaya yang selalu terpilih menjadi anggota DPR RI setiap pemilihan umum. Mereka memiliki kekuatan finansial. Tentu saja ada orang-orang kaya yang hanya merem saja. Mereka tidak perlu pergi ke dapilnya, mereka hanya mengirim truk logistik, mengirim uang, mengirim segala macam. Dan orang ini di DPR RI tidak pernah berbicara, tidak pernah menyatakan pendapat, tetapi setiap tanggal 20 Oktober setiap lima tahun dia dilantik. Mengapa? Karena orang ini memiliki banyak uang,” ungkap Fahri.
Demikian pula, biaya untuk menjadi seorang calon presiden (capres) jumlahnya lebih fantastis lagi, mencapai triliunan. Fahri memperkirakan bahwa di Indonesia, seseorang tanpa memiliki uang sebesar Rp5 Triliun tidak dapat mencalonkan diri sebagai presiden.
Sebagai contoh, Fahri menjelaskan bahwa biaya yang diperlukan dalam pemilihan gubernur (Pilgub) mencapai puluhan hingga ratusan miliar, tergantung pada ukuran provinsi. Oleh karena itu, tidak heran bahwa dalam pemilihan presiden (Pilpres), seorang calon presiden minimal membutuhkan uang sebesar Rp5 triliun.
Dari mana asal uang sebanyak itu? Menurut Fahri, uang seorang calon presiden bukanlah uang pribadi, melainkan dikumpulkan dari berbagai donatur.
Meskipun nantinya akan terdapat hubungan dengan kekuasaan dan kebijakan yang akan dibuat oleh negara dan pemerintah.
Dengan model demokrasi seperti ini, Fahri menyatakan bahwa pertarungan dalam pemilihan pemimpin bukanlah masalah adu gagasan, tetapi adu logistik.
Oleh karena itu, lanjutnya, harus dipikirkan dengan serius bagaimana cara membiayai hal-hal yang mahal dalam demokrasi ini, sehingga biaya yang mahal tersebut tidak menjadi sumber korupsi.
Menurutnya, regulasi yang masih kurang memadai harus diperbaiki, begitu pula dengan regulasi-regulasi lain yang terkait dengan pembiayaan itu sendiri.
Sebenarnya ada tiga cara pembiayaan, yaitu 100 persen dibiayai oleh negara, sepenuhnya dibiayai oleh pasar, atau pembiayaan dengan sistem hibrida.
Fahri menyebutkan bahwa pembiayaan yang dibiayai 100% oleh negara seperti yang sedang dirancang oleh Parlemen Malaysia, karena mereka mulai khawatir terhadap keterlibatan uang kotor dan uang ilegal dalam pemilihan umum dan partai politik.
Menurut Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini, yang ekstrem adalah pembiayaan yang sepenuhnya oleh pasar, seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Namun, tentunya harus ada regulasi yang ketat agar dana yang dikumpulkan untuk kegiatan pemilihan umum tidak digunakan untuk pembiayaan pribadi.
“Sedangkan pembiayaan dengan sistem hibrida, sepertinya kita ingin menerapkannya, tetapi regulasinya tidak cukup ketat sehingga masih ada keterlibatan uang ilegal dalam pemilihan umum kita, terutama yang tidak disadari adalah pembiayaan pemilihan umum berbasis pada uang pribadi. Sehingga dalam pemilihan umum kita sebenarnya adalah pertarungan antara kandidat yang lebih merupakan pertarungan pribadi yang pada akhirnya orang menyadari bahwa karena gagal mengumpulkan dukungan politik dan gagasan dalam pemilihan umum, akhirnya orang beralih kepada politik uang dan politik logistik seperti itu,” papar Fahri Hamzah yang mencalonkan dirinya sebagai caleg Partai Gelora untuk Dapil NTB I ini.
Originally posted 2023-05-28 04:47:50.