PDIP dan Demokrat adalah dua partai besar yang memiliki sejarah persaingan panjang dalam konstelasi politik di Indonesia. Apakah PDIP dan Demokrat memiliki peluang berkoalisi dengan mempertemukan Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai langkah awal mencairkan rivalitas?
***
FARMANDEH.NET, MAKASSAR— Ketua DPP PDIP Puan Maharani bertemu dengan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Plataran Hutan Kota, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (18/6/2023). Hal tersebut menimbulkan spekulasi liar di publik mengenai posisi kedua partai besar itu.
Apakah pertemuan tersebut adalah langkah awal bagi PDIP dan Demokrat untuk membangun koalisi di Pemilu 2024? Atau hanya pertemuan biasa yang tak berdampak pada penyatuan dua partai yang dalam beberapa tahun ini saling bersaing dalam ruang politik di Indonesia?
Pasalnya, publik Indonesia sudah tahu jika rivalitas PDIP dan Demokrat seperti air dan minyak yang sangat sulit untuk bersatu. Antara PDIP dan Demokrat memiliki sejarah panjang persaingan politik di Indonesia, yang dimulai sejak Pilpres 2004 lalu hingga saat ini.
Sejarah persaingan PDIP dan Demokrat
Baik PDIP maupun Partai Demokrat adalah partai politik yang memiliki basis dukungan yang kuat di Indonesia dan memiliki sejarah panjang dalam arena politik. Rivalitas keduanya pun memiliki sejarah panjangan yang sudah dimulai sejak tahun 2004 lalu.
Saat itu Demokrat yang terbilang masih baru, berhasil mendudukkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden dengan merangkul Jusuf Kalla sebagai Wakil Presidennya.
Sementara PDIP yang mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden harus kalah dan partai tersebut memilih menjadi oposisi di pemerintahan. Pada Pilpres 2009, PDIP dan Demokrat kembali bersaing.
PDIP kembali mencalonkan Megawati dan Demokrat kembali mencalonkan SBY yang berstatus sebagai petahana. Pilpres 2009 dimenangkan oleh SBY dan membuatnya menjabat sebagai presiden selama dua periode.
Puncak persaingan mereka dalam pemilihan umum legislatif dan presiden pada tahun 2014. PDIP memenangkan pemilu legislatif dengan perolehan suara terbesar dan berhasil membawa Jokowi sebagai presiden.
Sementara Partai Demokrat mengalami penurunan dukungan yang signifikan. Kemenangan PDIP berlanjut di tahun 2019 dengan menjadikan Jokowi sebagai presiden selama dua periode. Sementara secara elektoral Demokrat semakin menurun.
Setelah itu, hubungan antara kedua partai semakin memanas ketika PDIP dan Partai Demokrat memiliki perbedaan pandangan dalam beberapa isu politik, seperti penanganan korupsi dan kebijakan ekonomi. Keduanya saling bersaing untuk mendapatkan dukungan politik dan pemilih di tingkat nasional.
Pada tahun 2023, saat ini, persaingan antara PDIP dan Partai Demokrat terus berlanjut. Kedua partai tersebut telah mempersiapkan diri untuk pemilihan umum legislatif dan presiden yang akan datang.
Persaingan ini akan menentukan dinamika politik Indonesia di masa depan dan bagaimana kekuatan politik akan terbagi di antara partai-partai tersebut.
Mungkinlah PDIP dan Demokrat berkoalisi?
Meski keduanya punya sejarah panjang persaingan politik. Namun dalam politik, tak ada permusuhan abadi. Ini adalah adagium yang sudah umum diketahui masyarakat dalam melihat fenomena politik di Indonesia.
Prinsip politik inilah yang juga memungkinkan PDIP dan Demokrat bisa saja berkoalisi di Pemilu dan Pilpres 2024. Demikian yang dikatakan oleh pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto.
Dia memprediksi sangat mungkin dua partai ini berkoalisi di Pilpres 2024. Karena keduanya masing-masing memiliki kepentingan. Jika berkolisi, akan bisa memberi keuntungan bagi kedua belah pihak.
“Karena dalam politik saya rasa tidak ada permusuhan abadi yang ada adalah kepentingan abadi dan mereka punya sama-sama kepentingan ya untuk mendapatkan keuntungan maksimal dalam Pilpres ini,” ujarnya Selasa (20/6/2023).
Andi Ali Armunanto mengatakan, kepentingan PDIP dalam Pilpres 2024 adalah untuk mengeliminasi Anies Baswedan sebagai bacapres dan membubarkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Sementara kepentingan Demokrat adalah terakomodasi dalam kekuasaan yang dulu pernah dinikmati.
Bagi dosen FISIP Unhas itu, Demokrat adalah partai yang pragmatis. Selama 2 periode berkuasa antara tahun 2004 sampai tahun 2014, sangat tergantung dari sumber-sumber yang dikuasai oleh pemerintah.
Vakum hampir selama 10 tahun membuat Demokrat mengalami berbagai kesulitan. Hal tersebut ditunjukkan dengan mulai tidak solidnya partai ini secara internal.
Agar bisa kembali mendapatkan akses pemerintahan dan mendapatkan kejayaannya, Demokrat perlu berkoalisi dengan PDIP demi membuka peluang tersebut.
“Dia harus kembali mendapatkan akses kekuasaan sehingga kemudian berkoalisi dengan PDIP adalah hal yang sangat memungkinkan, tapi dalam proses komunikasi Antara PDIP dan Demokrat justru Demokrat mendapat keuntungan lebih,” ujarnya.
Demokrat lebih diuntungkan
Jika Demokrat memilih merapat ke PDIP, maka menurut Andi Ali Armunanto, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu akan mendapatkan banyak keuntungan dibanding PDIP. Pertama, Demokrat berpeluang besar mendapatkan akses kekuasaan dan memberikan kadernya posisi menteri di pemerintahan.
Kedua, dalam konteks pertarungan di Pilpres 2024, nilai tawar Demokrat akan semakin tinggi di KPP. Demokrat yang awalnya tidak terlalu diperhitungkan oleh NasDem dan PKS, akan membuat kedua partai tersebut kembali melirik Demokrat dengan lebih tajam lagi.
Karena kedua partai tersebut tahu jika Demokrat bergabung ke PDIP, KIPP akan bubar dengan sendirinya. Sebab gabungan kursi NasDem dan PKS di parlemen tidak cukup untuk mengusung Anies Baswedan.
“Tentu bargaining Demokrat akan semakin besar dan kemungkinan besar dengan position yang sekarang Demokrat bisa memaksakan kehendaknya pada Nasdem dan PKS bahkan kepada Anies Baswedan. Nah tentu posisi ini sangat sangat menguntungkan untuk Demokrat,” ujarnya.
Demokrat juga bisa memaksakan posisinya bergabung dengan PDIP. Seperti memaksakan AHY menjadi bakal calon wakil presiden Ganjar Pranowo. Andi Ali Armunanto memandang hal tersebut sangat mungkin terjadi dan pasti disambut dengan baik oleh PDIP.
Sebab PDIP sendiri memiliki kepentingan mengeliminasi Anies dalam pertarungan di Pilpres 2024. “Tentu itu akan sangat di disambut baik oleh PDIP dan kemudian tentu akan diganjar jatah kue kekuasaan yang kemungkinan besar aka mereka dapatkan.
“Jadi itu tadi kalau pertanyaannya, mungkinkah mereka berkoalisi atau bergabung? Tentu ini sangat mungkin dan keduanya juga mendapat keuntungan dari proses rekonsiliasi,” tandas Andi Ali Armunanto.
Originally posted 2023-06-20 08:51:19.