FARMANDEH.NET, MAKASSAR— Saat ini ada tiga bakal calon presiden (bacapres) dengan tingkat elektabilitas yang tinggi dan telah mendapatkan dukungan partai politik. Pertama, Ganjar Pranowo yang diketahui telah mendapatkan dukungan dari PDIP, PPP, dan Hanura.
Kedua, Anies Baswedan yang lebih dulu memegang dukungan dari empat parpol di antaranya NasDem, PKS, Demokrat, dan Partai Ummat. Ketiga, Prabowo Subianto yang saat ini masih didukung oleh satu parpol yakni Gerindra.
Jika melihat peta politik di Sulsel, maka siapa di antara ketiganya yang paling berpeluang untuk mendapatkan suara terbanyak di Sulsel?
Direktur Nurani Strategic Nurmal Idrus mengatakan, Sulsel adalah daerah yang sangat dinamis dari segi politik. Sehingga sulit memprediksi kandidat yang paling unggul di Sulsel.
“Misalnya Prabowo dulu jadi pemenang. Sekarang ada Anies yang juga punya figuritas kuat di Sulsel. Jadi agak sulit memprediksi siapa yang kembali jadi pemenang di Sulsel jika melihat top tiga figur ini. Meskipun kita melihat kemungkinan Prabowo akan tetap di atas, tapi kita lihat Ganjar juga punya basis kuat di Sulsel dan Anies,” ujarnya.
Kesulitan memprediksi kandidat presiden yang unggul di Sulsel diakibatkan oleh kekuatan yang setara antar tiga figur tersebut.
Nurmal justru memprediksi jika suara di Sulsel akan merata di tiga kandidat tersebut. Jika pun ada yang menjadi pemenangnya, perbedaannya tidak terlalu jauh.
“Jika ada yang pemenang di sini mungkin tidak terlalu banyak perbedaannya. Tidak sama waktu Prabowo dan Jokowi, Prabowo kan menang telak di sini. Menurut saya perbedaan tidak terlalu berbeda tidak ada yang akan lebih mendominasi,” ujarnya.
Sementara Direktur Profetik Institute Asratillah mandang, di Sulsel faktor figuritas capres masih menjadi faktor penentu yang mendorong sebagian besar pemilih untuk menjatuhkan pilihannya.
Itu artinya, citra diri dari capres masih menjadi penentu yang cukup besar dalam mempengaruhi pilihan pemilih dibanding citra parpol pengusungnya.
Hal tersebut bisa dilihat saat pilpres 2019 lalu, di mana masyarakat Sulsel lebih banyak menjatuhkan pilihannya pada Prabowo Subianto karena faktor figur. Bahkan ada masyarakat yang memilih parpol pengusung Jokowi namun tetap memilih Prabowo sebagai capresnya.
Mengapa sebagian besar pemikih di Sulsel memilih Prabowo? Karena menurut Asratillah di 2019 lalu Prabowo menjadi semacam representasi dari pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi.
Dengan kata lain Prabowo saat itu berhasil menciptakan “contrast effect” antara dirinya dengan Jokowi. Jika tidak suka Jokowi maka mau tidak mau harus memilih Prabowo.
Hal tersebut masih dapat terulang kembali di Pilpres 2024 dan yang lebih potensial memainkan strategi tersebut adalah Anies Baswedan. Tapi menurut Asratillah, saat ini Prabowo kesulitan menciptakan “contrast effect” di pilpres mendatang, karena dia telah menjadi bagian dari Kabinet Jokowi.
“Dengan kata lain warna Prabowo maupun Sandiaga Uno semakin tidak jelas di mata pemilih di Sulsel. Bisa jadi pemilih Prabowo dan Sandiaga Uno di tahun 2019 akan kehilangan alasan atau motivasi kuat untuk memilihnya kembali di tahun 2024,” tambah Asratillah.
Menurut Asratillah, permainan “contrast effect” sangat bisa dimainkan oleh Anies Baswedan, dan ini sejalan dengan beberapa hasil riset yang dilakukan oleh Profetik Institute yang dipimpin Asratillah baik yang menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif.
Hasil riset lembaga tersebut menunjukkan, Kelompok yang menginginkan figur baru di level kepemimpinan nasional dan pihak-pihak di Sulsel yang tidak begitu puas dengan kinerja pemerintahan sekarang, kemungkinan besar akan menjatuhkan pilihannya kepada Anies Baswedan.
Hanya Anies Baswedan dari sekian nama-nama bakal Capres yang hingga saat ini dianggap steril dari kepentingan istana.
“Jika di Capres mendatang Ganjar, Anies dan Prabowo maju bertiga ?, maka kemungkinan yang akan diuntungkan adalah Anies Baswedan. Ganjar dan Prabowo sudah dianggap oleh sebagian besar pemilih Sulsel sebagai perpanjangan tangan Jokowi, dan ini membuat suara-suara dari pemilih yang tidak begitu puas dengan istana akan solid ke Anies Baswedan,” tambah Asratillah.
Meski demikian, kata Asratillah, waktu jelang pilpres masih ada kurang lebih 9 bulan. Tentu para elit di pusat akan terus melakukan manuver-manuver, saling menawarkan bargaining, dan melakukan serangkaian kalkulasi untung-rugi strategi politik.
“Karena bagaimanapun bukan hanya siapa yang akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi pertimbangan para elit, tetapi juga capaian kursi di pemilihan legislatif,” pungkasnya.
Originally posted 2023-06-05 07:30:29.